SENTANI,KARABAS.ID – Tuntut ganti rugi tanah adat, tepatnya jalan alternatif Nendali-Yabaso, maka masyarakat adat Kampung Ifar Besar melakukan aksi demo damai kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jayapura, yang berlangsung di depan Kantor Bupati Jayapura. Senin (20/12/2021) pagi.
Aksi demo tersebut disambut baik oleh Sekda Kabupaten Jayapura, Hana Hikoyabi. Setelah itu sejumlah Tokoh adat yang hadir diajak untuk melakukan rapat bersama dengan Sekda, dengan maksud untuk mencari solusi terbaik.
Rapat yang berlangsung dari pagi hingga sore hari itu menghasilkan kesepakatan bersama, yang mana pada tahun depan pemerintah kabupaten Jayapura akan menyelesaikan lima puluh persen dari total yang dituntut.
“Kami harap tahun depan kesepakatan kami pada hari ini sudah harus terpenuhi, agar kami tidak ribut-ribut lagi seperti sekarang ini,” ucap Ondofolo Wiliam Yoku seusai rapat.
Katanya, yang jelas keputusan hari ini merupakan suatu bentuk penyelesaian masalah tanah ini. Agar kedepannya tidak ada aksi seperti ini lagi.
Lanjutnya, luas tanah yang dituntut cukup besar, yakni luasnya tuju hektar. Yang mana tujuh hektar tersebut terbagi menjadi dua yakni, untuk tanah jalan Nendali-Yabaso empat hektar, sementara untuk tanah dermaganya tiga hektar. Sehingga pembayarannya akan berlangsung secara bertahap.
Sementara itu, Bupati Jayapura Mathius Awoitauw saat dikonfirmasi wartawan mengatakan, aksi demo tersebut ia tidak mengerti. karena tidak sesuai aturan, yang mana seharusnya aturan yang sebenarnya itu ditanyakan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dulu, baru kemudian BPN memastikan tuntutan tersebut, setelah itulah baru kepastian itu ditindaklanjuti kepada Pemerintah untuk diselesaikan.
“Aksi ini saya tidak mengerti, kerena seharusnya itu ke BPN. Selain itu surat yang diajukan ke kami itu baru masuk hari Jum’at, baru hari ini tuntut jawaban,” ujar Bupati Jayapura Mathius Awoitauw.
Lebih lanjut, seharusnya beberapa Ondofolo membawa diri untuk menginformasikan kepada pemerintah, bahwa mereka ada masukan surat, supaya hal ini bisa dibicarakan dengan baik, tetapi kalau dengan cara seperti tadi, ini sama sekali tidak beretika.
“Seharusnya bapa Ondofolo bersama rekan-rekannya menginformasikan terlebih dahulu secara baik tentang surat yang dimasukkan, supaya kami bisa mengarahkan sesuai aturan yang berlaku, yakni terlebih dahulu temui BPN untuk nantinya dipastikan batas tanah, setelah ada kepastian itu baru kami bayar. Jadi yang jelas tuntutan ini harus melalui BPN baru ke kami, oleh karena itu yang pasti kami belum bisa selesaikan tuntutan ini kalau belum melalui BPN,” paparnya.
Ia meminta, batas tanah adat ini dipastikan dulu di rumah adat atau para-para adat baru temui BPN untuk memastikan batas tanah tersebut. Setelah itu baru BPN tindaklanjuti kepastian itu ke pemerintah, baru dibayarkan. Karena kalau tidak begitu nanti dibayarkan juga tetap akan ada masalah.
“Kalau mau diselesaikan dengan baik, maka tahapan-tahapan ini harus dilalui terlebih dahulu, karena inilah aturannya yang berlaku saat ini,” ujarnya. (*/TiKa)