Cerita Diego Mamahit Pindah Penerbangan Agar Bisa Masuk Gereja di Minggu Pagi

  • Whatsapp

MANADO,KARABAS.ID- Seharusnya, Diego Enrile Mamahit, ko pilot pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di perairan kepulauan seribu, tidak berada di pesawat naas tersebut. Dia sebenarnya mendapat jadwal flight ke Belitung malam hari.

Berdasarkan testimoni Pierre Patrick Pangemanan, Paman Diego, karena flight ke Belitung itu malam, jadinya dia ambil yang pukul 14.00 WIB atau Flight Sriwijaya Air SJ 182 tersebut.

“Karena niatnya dia mau cepat pulang supaya besok bisa masuk Gereja pagi. Kalau dia ambil flight malam ke Belitung, otomatis dia sudah tidak bisa pulang, karena sudah tidak ada flight,” kata Pierre di Manado, Sabtu (9/1/21).

Diego merupakan anak dari Evie Tuerah dan Boy Mamahit. Keduanya berasal dari Suwaan, Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara yang sudah lama menetap di Jakarta.

“Bapak dan ibunya sudah lama tidak pulang ke Suwaan, tapi memang keluarga besar tinggal di Suwaan,” ujar Pierre.

Diego anak bungsu dari Tiga bersaudara, Kakaknya Bernama Emily dan Chris. Ayah Diego, Boy Mamahit merupakan mantan Pilot Bouraq Indonesia Airlines, maskapai penerbangan swasta Indonesia yang pernah beroperasi pada tahun 1970-2005.

“Bapaknya dulu juga pernah jadi distrik manager di Bouraq Surabaya,” ujar Pierre.

Kini keluarga hanya bisa berharap agar ayah satu anak yang masih kecil itu selamat dari peristiwa naas tersebut dan bisa kembali pulang ke rumah berkumpul bersama keluarga lagi.

“Keluarga sih masih berharap Diego selamat dan bisa ditemukan, cuma gak tahu deh perkembangan beritanya seperti apa sekarang,” tutur Pierre, seperti dilansir Okezone.com.

Diketahui, pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak hilang kontak setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten. Pesawat diperkirakan jatuh di perairan antara Pulau Laki dan Pulau Lancang Kepulauan Seribu.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebelumnya menuturkan pesawat take off pada pukul 14.36 WIB. Satu menit kemudian, pesawat tercatat berada di ketinggian 1.900 kaki.

Suasana mengharukan terjadi ketika keluarga kopilot Sriwijaya Air SJ 182, Diego Mamahit, mendatangi Posko Antemortem-DVI Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (10/1/21).

Mereka mencoba tegar, dan ada keyakinan, Diego selamat.

“Kami tetap percaya bahwa Diego pasti selamat. Tuhan baik, Diego orang baik, dia sayang sama keluarganya, dia sayang sama kami semua,” kata Chris Mamahit, kakak Diego dengan nada terisak.

Pihak keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan kakak Diego bermaksud memberikan informasi data-data primer maupun sekunder yang diperlukan kepada tim forensik RS Polri.

“Menyerahkan sampel darah dan sidik jari. Sidik jari itu kami mau cari dari SKCK, sama dental atau gigi. Jadi, ada tiga yaitu darah, dental, dan sidik jari,” ujar kakak kandung Diego, Chris Mamahit saat ditemui di Posko Antemortem-DVI RS Polri, Jakarta Timur.

Chris mengatakan, pihak keluarga sangat terkejut ketika mengetahui nama sang adik masuk dalam manifes pesawat Sriwijaya Air yang hilang kontak. Pasalnya, informasi yang diterima keluarga bahwa Diego akan bertugas menuju Padang, bukan Pontianak.

“Akan tetapi, setelah ada keluarga kami yang datang, ternyata itu rutenya Jakarta-Pontianak-Jakarta-Padang-Jakarta. Jadi, Padang itu nanti, bukan siangnya. Intinya dia harus ke Pontianak dahulu,” kata Chris.

Namun Chris sekali lagi mengatakan, pihak keluarga tetap yakin, Diego akan selamat.

Ia menyebut, sang adik yang dikenal baik hati itu merupakan sosok yang tangguh dan mampu bertahan di tengah terburuk sekalipun.

“Kami tetap percaya bahwa Diego pasti selamat. Tuhan baik, Diego orang baik, dia sayang sama keluarganya, dia sayang sama kami semua,” kata Chris lagi dengan nada terisak.

Ia melanjutkan, “Kami percaya sampai detik ini kami percaya Diego selamat. Dia bisa berjuang, dia sudah diajari buat recovery kalau terjadi kejadian terburuk apa pun.”

Sebelumnya, pesawat Sriwijaya Air nomor register PK-CLC SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada hari Sabtu (9/1/21) pukul 14.40 WIB dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki.

Pesawat jenis Boeing 737-500 itu hilang kontak di posisi 11 nautical mile di utara Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang setelah melewati ketinggian 11.000 kaki dan pada saat menambah ketinggian di 13.000 kaki.

Pesawat take off dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 14.36 WIB. Jadwal tersebut mundur dari jadwal penerbangan sebelumnya 13.35 WIB. Penundaan keberangkatan karena faktor cuaca.

Berdasarkan data manifes, pesawat yang diproduksi pada tahun 1994 itu membawa 62 orang terdiri atas 50 penumpang dan 12 orang kru. Dari jumlah tersebut, 40 orang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi. Sementara itu, 12 kru terdiri atas enam kru aktif dan enam kru ekstra.(*/RoKa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *