MANADO,KARABAS.ID- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulut kembali menggelar debat publik yang dilaksanakan di salah satu hotel dan disiarkan langsung oleh TVRI Nasional pada Rabu (11/11/20) berlangsung seru.
Pasalnya, pada momen melontarkan pertanyaan dan pernyataan terlihat jelas para calon saling serang.
Contohnya saja, ketika pasangan nomor urut satu Christiany Eugenia Paruntu-Sehan Landjar (CEP-SL) menanyakan soal kualitas lulusan pendidikan yang ada di peringkat 31 pada 2019 silam.
Di mana Pemprov Sulut baru mengambil alih pengelolaan SMA/SMK sederajat, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota.
Kubu pasangan calon nomor 1 mencecar dengan pertanyaan, namun sekaligus mendeskreditkan bahwa nomor urut 3 gagal dalam sektor pendidikan.
Hal yang sama juga dilakukan pasangan calon Vonnie Anneke Panambunan dan Hendry Runtuwene (VAP-HR), yang dengan arogansi menyebut bahwa nomor urut 3 tak mampu mengurus pendidikan.
Pun ketika topik dialihkan ke masalah komoditas perkebunan, yakni cengkih. Calon lainnya langsung menuding bahwa nomor 3 tidak pro dan tidak berusaha memperjuangkan petani cengkih, sehingga harga naik turun.
Dikatakan pengamat Ekonomi Dr Frederik Gerdy Worang, para calon gubernur dan wakil gubernur dengan nomor 3 yakni Olly Dondokambey dan Steven Kandouw, meski diserang namun keduanya terlihat lebih cool, tenang dan mampu menguasai panggung.
“Pak Olly sangat memegang erat komitmen bahwa pemimpin adalah teladan. Hal itu ditunjukkan saat debat publik. Di mana kesabaran Olly-Steven jika dianalogikan adalah tingkat dewa. Karena walaupun diserang oleh calon lainnya tetapi tidak terpancing untuk melontarkan kalimat yang pedas. Pak Olly-Steven justru mampu meredamnya dengan sangat baik,” ungkap Worang.
Worang menyebutkan Olly-Steven yang telah memimpin Sulut lima tahun telah memiliki pengalaman yang mumpuni. Keduanya juga memiliki kemampuan mengelola kontrol emosi atau emotional quotient (EQ) yang tinggi.
“Pemimpin yang mampu mengelola EQ dengan baik adalah pribadi atau sosok yang tepat untuk kemajuan Sulut ke depan,” tukasnya.
Secara keseluruhan, kata Worang, tampilan Olly-Steven sangat siap. Karena apa yang disampaikan sudah dilakukan dan direalisasikan. Demikian juga dengan ulasan program yang akan dilaksanakan di periode kedua, jika dipercaya rakyat. Sementara pasangan calon lainnya, masih baru dirancang.
“Penguasaan materi debat Olly-Steven sangat baik. Pertanyaan demi pertanyaan dijawab dengan tepat tanpa meleset. Hal itu menandakan bahwa apa yang disampaikan sudah dicerna dan dipikir terlebih dahulu,” tandasnya.
Materi debat yang menyuguhkan materi tentang kesejahteraan masyarakat, pendidikan, penanggulangan kemisikinan, ekonomi, industri, pendidikan dan teknologi, UMKM dan koperasi serta gender, disabilitas dan anak, sangat menarik diikuti.
“Ketiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ini, adalah petahana. Sehingga sudah seharusnya dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Contohnya saja ketika pasangan nomor 3 menanyakan tentang gini ratio atau soal kesenjangan masyarakat. Paslon 1 dan 2 menjawabnya tidak sinkron, yang disampaikan berputar-putar di visi dan misi yang sebelumnya telah diungkap di awal debat,” ujar Worang sembari berharap debat ke depan ketiga pasangan calon akan lebih siap lagi.
Menurut Worang pasangan nomor urut 3 saat melontarkan bagaimana strategi meningkatkan PDRB, tetapi hanya dijawab dengan visi misi.
“Sudah jadi aturan main dalam debat paslon harus bisa mendefinisikan apa itu PDRB dan Gini rasio agar mempunyai pemahaman yang sama,” katanya.
Hanya satu paslon saja yang menguasai bidang ekonomi. Para bupati yang mencalonkan diri tidak memahami masalah provinsi secara “comprehensive”, melainkan hanya parsial saja. (*/RoKa)