SANGIHE,KARABAS.ID – Investasi besar yang masuk ke daerah kepulauan Sangihe Sulawesi Utara lewat PT. TMS ternyata mengalami kendala dikarenakan adanya Manuver sekelompok pihak yang mengatasnamakan rakyat dengan dalih menyelamatkan lingkungan. Padahal ini perlu didalami lebih jauh.
PT. TMS selaku investor yang hingga kini belum melaksanakan kegiatan sebagaimana kontrak karya yang dimiliki, cenderung menjadi kambing hitam, padahal proses kejahatan lingkungan oleh Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) bukti dan pelakuhnya jelas didepan mata kelompok perusak lingkungan yang nyata terang benderang, hanya di biarkan saja.
Anehnya, aktivis Kemanusiaan Komnas HAM dalam suratnya ke Kapolda Sulut terkait penyelesaian masalah di Bowone Sangihe dinilai ketua Kompak Mas Sangihe Alveri Hontong sangat prematur. Menurutnya, masalah itu harus dipelajari secara detail apa yang sesunguhnya terjadi di Bowone Sangihe.
“Desakan Komnas HAM kepada kapolda Sulut lalu diteruskan Kepada Kapolres Sangihe untuk mengkondusifkan kericuhan yang terjadi itu kan tidak murni penolakan dari rakyat, melainkan hasil rekayasa yang dilakukan sejumlah pihak yang ternyata mereka aman aman saja dengan pengelola PETI,” ujar Hontong.
“Kalau mau jujur, tidak ada penolakan, yang ada adalah gerakan rekayasa sekelompok pihak yang dikondisikan seolah olah jadi pahlawan lingkungan, menolak PT. TMS dengan propaganda bohong, lalu diam diam berjalan beriringan dengan kelompok penjahat lingkungan yakni PETI. Banyak bukti foto kebersamaan dengan Pengelola PETI,” ungkap Hontong kepada wartawan baru baru ini.
Komnas HAM, lanjut Hontong harus turun lapangan dan jangan sepihak, juga tak sekadar menghimbau polisi agar bertindak atau mengkondusifkan gejolak, yang sesunguhnya diciptakan pihak pihak yang juga harus diusut secara hukum, karena secara tidak langsung, diduga telah memuluskan Pertambangan Ilegal.
“Bagaimana mereka menolak PT TMS yang resmi punya ijin jelas,lalu diam diam bergerak bersama PETI yang nyata nyata sudah merusak lingkungan. Harusnya PETI mereka perangi dari Awal karena dampak penggalian serampangan itulah merusak lingkungan,” tutur Hontong.
Itu sebabnya Hontong menekankan pihak Komnas HAM jangan hanya melihat dari belakang meja, atau mendengar sepihak, turun ke lapangan agar dapat memahani duduk persoalan sesunguhnya, karena di Kampung Bowone banyak oknum maling teriak maling.
“Saya berharap Komnas HAM, harus turun lapangan agar mengetahui persis bahwa yang menciptakan kegaduhan itu siapa,” tegas Hontong sembari menambahkan bahwa PT. TMS harus segera mematangkan sosialisasi, lanjut melaksanakan kegiatan pembuatan rumah produksi sambil menunggu persoalan hukum yang masih berproses sebelum exploitasi.
Sementara itu, PT.TMS jelas dalam kontrak karya akan segera dimaksimalkan sosialisasinya. Selain lingkungan dikembalikan pada wujud pemanfaatan pertanian, ada keuntungan besar yang akan diterima masyarakat plus kontribusinya kepada Pusat dan Daerah.
“Pengelolaan pasti lebih profesional juga ada hak dan kewajiban yang tidak mudah dijalankan tertuang dalam kontrak karya,” ungkap perwakilan PT. TMS saat dihubungi wartawan via ponsel.
Sumber resmi PT TMS ini mengemukakan, pihaknya segera lakukan sosialisasi lebih maksimal, tentang apa yang tertuang dalam kontrak karya, menurutnya itu semua sangat jelas, sambil meneruskan proses persiapan di Bowone Sangihe.(*/RoKa)