Sengketa Lahan Mengandung Emas Berlanjut, Notaris Ternama Sulut Beber Sejumlah Fakta Menarik

  • Whatsapp

MITRA,KARABAS.ID –  Kasus tanah di Alason Desa Ratatotok I Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) terus berlanjut. Setelah sebelumnya dilapor Robert Karepowan ke Polda Sulut dengan terlapor atas nama Grace Sarendatu, kini giliran Grace Sarendatu, SH membantah tudingan tersebut dengan membeber sejumlah fakta menarik.

Kepada sejumlah wartawan, Kamis (4/10/2021) di Manado, Grace menunjukkan sejumlah dokumen yang menurutnya, lahan di Alason sah milik dia.

Ia mengatakan, lahan tersebut dibeli dari Boy Taroreh mulai tahun 2013 silam. Transaksi itu dibuktikan dengan lima lembar kwitansi pembayaran dengan cantuman total nilai Rp 935.000.000.00.


Kemudian ada Surat Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) antara Grace dan Boy Taroreh sebagai pihak pertama. Adapun PPJB dibuat pada tanggal 11 Januari 2014 dan PPJB Perubahan tanggal 12 Agustus 2014.

“Ingat, bahwa dalam PPJB ini, ada klausul yang menyatakan bahwa pihak pertama (Boy Taroreh) tidak boleh menjual atau menggadaikan atau memindahtangankan hak atas tanah ke pihak lain. Klausul tersebut ada di Pasal 3 PPJB,” tegas Grace didampingi kuasa hukum Stevy da Costa SH dan Erick Mingkid SH.

Lantas pada 29 Januari 2018 lalu, Grace dan Boy Taroret menandatangani Surat Keterangan Jual Beli di depan saksi perangkat Desa Ratatotok Satu Sofan Singon, Jelfi Keintjem dan Hukum Tua Stien Frida Porayow.

Belakangan, Grace mengaku heran dengan klaim Robert yang memegang tiga buah Akta Jual Beli (AJB) atas lahan yang sama. Dimana ternyata Boy Taroreh telah menjual lagi tanah yang telah dijual kepada Grace Satendatu.

Robert Karepowan datang dengan memegang surat kuasa dari Kirk Filbert yang dulunya Direktur Ex PT Borneo Jaya Emas. Yang pekerjaannya sekarang adalah CEO Mining Executive for Baru Golf Corp of Vancouver BC Canada.

“AJB datang belakangan. Nomor Registernya juga tidak terdaftar di pemerintah desa. Bagaimana mungkin AJB membatalkan PPJB. Sementara kita punya perjanjian yang resmi dengan Boy Taroreh. Kwitansi pembayaran juga ada. Uang saya Rp 935.000.000.– . Itu bukan daun pak. Kita beli tanah dengan uang,” beber Grace.

Notaris ternama ini juga mengingatkan, dampak kepemilikan tanah tersebut, ia berkewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) resmi secara rutin sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2021.

“Apa artinya itu? Artinya, secara administrasi saya sebagai pemilik lahan. Saya yang membayar pajak. Dan saya sudah membayar itu,” terang Grace sambil menunjukan surat pemberitahuan pajak (PBB).

Lebih lanjut, Grace membenarkan ada perbedaan luas lahan di Surat Keterangan Jual Beli dan Surat Ukur. Perbedaan tersebut kata Grace tidak serta merta mengubah status kepemilikan.

“Perbedaan luas lahan dari 73 ribuan ke 60 ribuan m2 itu karena faktor perubahan kontur tanah. Terjadi penyusutan itu wajar. Karena dampak operasi. Lagipula metode pengukuran BPN tidak lagi mengikuti alur permukaan tanah seperti dulu. Sekarang ditarik lurus atas permukaan. Yang terpenting kan tapal batas tidak berubah. Semua jelas koq,” tandas Grace.

Dibagian lain, pengacara Grace, yakni Stevy da Costa SH mempersoalkan status Robert sebagai anggota Polri yang menerima kuasa dari warga negara asing (Terrence Kirk Filbert).

“Undang-undang kita jelas. Tugas polisi itu mengayomi dan melindungi rakyat. Masakan oknum polisi menjadi perantara dalan urusan ini. Lebih ironis lagi melaporkan klien kami ibu Grace Sarendatu ke Polda Sulut. Kami menganggap ini bentuk kriminalisasi rakyat,” singgung Da Costa.

Pihaknya sudah memohon perlindungan hukum ke Polda Sulut.

“Dan Paminal sudah memeriksa Robert terkait kasus ini,” kata Da Costa. Ia berencana menggugat Robert dengan tuduhan penggelapan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas bidang tanah yang diklaim Grace Sarendatu.

“Dulu Pak Robert minta SHM itu dititipkan kepada dia. Kami ketemu dan saya yang menulis tangan mengenai surat penitipan. Jadi kami tidak pernah menyerahkan SHM. Cuma titip. Dan ada bukti suratnya,” tegas Da Costa.

Sementara itu, ditambahkan Jopie Worek, semoga ibu Grace Sarendatu mendapat keadilan dalam kasus itu.

“Sebagai rakyat, ibu Grace meminta keadilan, dan jika keadilan ditegakkan maka kasus kasus tanah lainnya bisa mendapatkan keadilan yang sama,” pungkas wartawan senior Sulut ini.

Dikonfirmasi via ponsel, Robert Karepowan menepis klaim Grace Sarendatu dan menegaskan statusnya sebagai penerima kuasa.

“Saya ingin menegaskan lebih dahulu bahwa, saya diberi kuasa. Bukan perantara. Perhatikan bahwa ada perbedaan batasan penerima kuasa dan perantara. Siapa saya bisa menerima kuasa. Mr Terence berhak menitipkan atau memberi kuasa ke si A, si B, si C. Karena dia pemilik lahan berdasarkan 3 AJB dan SHM. Kalau perantara, yang jelas saya tidak berada di posisi ini,” tegas Robert.

Ia kemudian menanggapi ihwal kantongan tiga buah AJB masing-masing bernomor 01/2015, Nomor 02/2015 dan Nomor 03/2015 yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) Jefrie Jursel Kambey pada 2 Februari 2015 silam.

“AJB itu bukti bahwa transaksi jual beli sudah selesai. Tidak ada lagi ikatan antara penjual dan pembeli. Itu berarti sah secara penuh milik pembeli. Kalau PPJB artinya masih ada ikatan dengan penjual,” jawab Robert.

Mengenai SHM yang disebut Da Costa cuma titip, Robert menepis balik. “Emangnya saya ini siapa. Koq titip ke saya. Kan tidak logis. Sebenarnya dulu itu, Mr Terence minta kembalikan aset dia dan Grace bersama Stevi menyerahkan itu di hotel. Foto surat aslinya ada pada saya,” singgung Robert.

Robert kemudian mempersilahkan Grace dan tim pengacara menempuh jalur hukum.

“Silahkan gugat saja. Saya siap membuktikan legalitas kepemilikan tanah. Kita juga punya semua dokumen asli,” kunci Robert. (*/RoKa)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *